KEPERAWATAN GERONTIK
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor
satu didunia karena penyakit ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya.
Katarak terjadi secara perlahan-lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah
tiga sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Pada tahun 2020 diperkirakan penderita
penyakit mata dan kebutaan meningkat dua kali lipat. Padahal 7,5% kebutaan didunia
dapat dicegah dan diobati. Kebutaan merupakan masalah kesehatan masyarakat dan
sosial ekonomi yang serius bagi setiap negara. Studi yang dilakukan Eye
Disease evalence Research Group (2004) memperkirakan, pada 2020 jumlah
penderita penyakit mata dan kebutaan didunia akan mencapai 55 juta jiwa. Prediksi
tersebut menyebutkan, penyakit mata dan kebutaan meningkat terutama bagi mereka
yang telah berumur diatas 65 tahun. Semakin tinggi usia, semakin tinggi pula
resiko kesehatan mata, WHO memiliki catatan mengejutkan mengenai kondisi
kebutaan didunia, khususnya dinegara berkembang.
Saat ini terdapat 45 juta
penderita kebutaan di dunia, 60% diantaranya berada di negara miskin atau
berkembang. Ironisnya Indonesia menjadi Negara tertinggi di Asia Tenggara
dengan angka sebesar 1,5%. Menurut spesialis Mata dari RS Pondok Indah
Dr Ratna Sitompul SpM, tingginya angka kebutaan di Indonesia disebabkan
usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat, Karena beberapa penyakit
mata disebabkan proses penuaan. Artinya semakin banyak jumlah penduduk usia
tua, semakin banyak pula penduduk yang berpotensi mengalami penyakit mata.
Hingga kini penyakit mata yang
banyak ditemui di Indonesia adalah katarak (0,8%), glukoma (0,2%) serta
kelainan refraksi (0,14%). Katarak merupakan kelainan mata yang terjadi karena perubahan
lensa mata yang keruh. Dalam keadaan normal jernih dan tembus cahaya. Selama
ini katarak banyak diderita mereka yang berusia tua. Karena itu, penyakit ini
sering diremehkan kaum muda. Hal ini diperkuat berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan Indonsia (Depkes) bahwa 1,5 juta orang Indonesia mengalami kebutaan karena
katarak dan rata-rata diderita yang berusia 40-55 tahun.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara
mereka tidak tersentuh
pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses
degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data
statistik lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun menderita
katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85
tahun daya penglihatannya berkurang
akibat katarak (Irawan, 2008)
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian Katarak?
2. Apa Etiologi Katarak?
3. Apa Patofisiologi Ktarak?
4. Apa Manifestasi Klinis Katarak?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Katarak?
6. Bagaimana Penatalaksanaan Katarak?
7. bagaimana Asuhan Keperawatan pada
pasien Katarak?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Mahaiswa dapat mengetahui Pengertian
Katarak
2. Mahaiswa dapat mengetahui Etiologi
Katarak
3. Mahaiswa dapat mengetahui Patofisiologi
Ktarak
4. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi
Klinis Katarak?
5. Mahaiswa dapat mengetahui pemeriksaan
penunjang Katarak
6. Mahaiswa dapat mengetahui
Penatalaksanaan Katarak
7. Mahaiswa dapat mengetahui Asuhan
Keperawatan pada pasien Katarak
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Defenisi
Katarak
menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan
patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau
denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau
kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman
penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak
memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh
berbagi hal, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan (Vaughan, 2000).
Katarak adalah opasitas lensa
kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan, tapi
dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka
panjang, penyakit sistemis, pemajanan radiasi, pemajanan sinar matahari yang
lama, atau kelainan mata yang lain (seperti uveitis anterior) (Smeltzer, 2001).
Katarak adalah suatu keadaan dimana
lensa mata yang biasanya jernih dan bening menjadi keruh. Asal kata katarak
dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun. Hal ini disebabkan karena
pasien katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun
didepan matanya (Ilyas, 2006) hal 2. Jadi dapat disimpulkan, katarak adalah
kekeruhan lensa yang normalnya transparan dan dilalui cahaya ke retina, yang
dapat disebabkan oleh berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
B.
Etiologi
Katarak
Katarak
bisa disebabkan karena kecelakaan atau trauma.Sebuah benda asing yang merusak
lensa mata bisa menyebabkan katarak.Namun, katarak paling lazim mengenai
orang-orang yang sudah berusia lanjut. Biasanya kedua mata akan terkena dan
sebelah mata lebih dulu terkena baru mata yang satunya lagi.
Katarak
juga bisa terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur atau baru mendapatkannya
kemudian karena warisan dari orang tuanya.Namun kembali lagi, katarak hanya
lazim terjadi pada orang-orang yang berusia lanjut.Coba perhatikan hewan yang
berumur tua, terkadang bisa kita melihat pengaburan lensa di matanya.Semua ini
karena faktor degenerasi.
Berbagai macam hal yang dapat
mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun
lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera
mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan
obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko
lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh
riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh
penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme,
proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan
sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan
obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi
oleh faktor genetik (Admin,2009).
Katarak akan
berkembang secara perlahan-lahan. Orang-orang tua yang hidup sendiri (sedikit
orang-orang disekitarnya/kurang dirawat) lebih sering terkena katarak.Karena kebanyakan
dari mereka kurang minum air atau cairan lainnya guna menjaga peredaran
darahnya tetap mengalir sebagaimana mestinya.
C.
Patofisiologis
Lensa
yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di
anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk
katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan
fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan
pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkanpenglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan
mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.
D.
Jenis-Jenis Katarak
Jenis- jenis katarak menurut (Vaughan,
2000) hal 177- 181 terbagi atas :
1. Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak
yang paling sering dijumpai. Satu- satunya gejala adalah distorsi penglihatan
dan penglihatan yang semakin kabur.
2. Katarak anak- anak
Katarak
anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
a. Katarak kongenital
Yang
terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya. Banyak katarak kongenital yang
tidak diketahui penyebabnya walaupun mungkin terdapat faktor genetik, yang lain
disebabkan oleh penyakit infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan
berbagai sindrom.
Sejak
sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang
dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir
dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab
kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang
tepat.
Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis,
inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela
pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali
pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin
katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan
pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardas imental.
Pemeriksaan
darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi
yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria.
b. Katarak didapat
Yang
timbul belakangan dan biasanya terkait dengan sebab-sebab spesifik. Katarak
didapat terutama disebabkan oleh trauma, baik tumpul maupun tembus. Penyyebab
lain adalah uveitis, infeksi mata didapat, diabetes dan obat
3. Katarak Senil
Setelah
usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama
beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut
yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta:
Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium,
yaitu:
a. Stadium awal (insipien).
Pada
stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b. Stadium imatur.
Pada
stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
c. Stadium matur.
Bila
proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama
hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna
sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d. Stadium hipermatur.
Katarak
yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar
melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam"
kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa
lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,).
4. Katarak traumatik
Katarak
traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma
tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda
asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-
kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur lensa.
5. Katarak komplikata
Katarak
komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular pada fisiologi
lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior dan akhirnya
mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit-penyakit intraokular yang sering
berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
6. Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak
bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik berikut: diabetes
mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis atropik,
galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
7. Katarak toksik
Katarak
toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai akibat penelanan
dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan nafsu makan).
Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara sistemik maupun
dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan lensa.
8. Katarak ikutan
Katarak
ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular
9. Katarak juvenil
Katarak
yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai terbentuk nya pada usia
kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil
biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
10. Katarak intumesen
Kekeruhan
lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air.
Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak
dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaucoma.
Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada
pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel
serat lensa.
11. Katarak kortikal
Katarak
kotikal ini biasanya terjadi pada korteks .mulai dengan
kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehinnga
menggangu penglihatan. Banyak padapenderita DM
Tabel Perbedaan Karakteristik Katarak:
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan
Lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik
mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut
bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow
test
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
+/-
|
Visus
|
(+)
|
<
|
<<
|
<<<
|
Penyulit
|
(-)
|
Glaukoma
|
(-)
|
Uveitis+glaukoma
|
E.
Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan
oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika
lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada
retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup. Pupil yang
normalnya hitamcakan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang
pupil akan tampak benar-benar putih.
Gejala umum gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
ü Peka terhadap sinar atau cahaya.
ü Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
ü Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca.
ü Lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
ü Kesulitan melihat pada malam hari
ü Melihat lingkaran di sekeliling cahaya
atau cahaya terasa menyilaukan mata
ü Penurunan ketajaman penglihatan (
bahkan pada siang hari )
F.
Penatalaksanaan Katarak
Gejala-gejala
yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata
yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan
operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan
penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea
(disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris :
Cincin berwarna yang melingkari pupil yang
berwarna
hitam.
2. Badan silier : Otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal.
3. Koroid :
Lapisan mata bagian dalam yang membentang dari
ujung otot silier ke saraf optikus
di bagian belakang mata.
Sebagian
atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris
disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi
katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya. Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial : Jika pasien mengeluh adanya gangguan
penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis : Bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optic : Jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung
jari dari jarak 3m didapatkan
hasil visus 3/60.
Ada
beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1. ICCE ( Intra Capsular Cataract
Extraction)
Yaitu dengan mengangkat semua lensa
termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg
tersedia.
2. ECCE (Ekstra Capsular Cataract
Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a. Standar ECCE atau planned ECCE
dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa.
Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b. Fekoemulsifikasi (Phaco
Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic
untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup
dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput
bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian
disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil
ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi
pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru
dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan.
Apabila
tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata
lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai
95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser
untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi
jelas.
G.
Pencegahan
Cara
pencegahan penyakit katarak yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga penyakit
yang memiliki hubungan dengan katarak sebaiknya menghindari factor yang
mempercepat terbentuknya pnyakit katarak.
Mengkonsumsi
suplemen sebelum terjadi katarak dapat menunda pembentukkan atau mencegah
katarak. Sedangkan pada tahap awal katarak suplemen dapat memperlambat
petumbuhannya. Pada tahap berat tindakan hanya bisa diatasi dengan operasi.
Berikut ini beberapa suplemen yang jika dikonsumsi dapat mencegah terjadinya
katarak :
·
Vitamin C dan E, melindungi lensa mata dari kerusakan akibat
asap rokok dan sinar Ultraviolet. Minum vitamin C 250 mg 4 kali sehari, kurangi
dosis jika mengalami diare. Vitamin E 200 IU 2 kali sehari.
·
Selenium, membantu menetralisasi radikal bebas, 200 mcg 2
kali sehari.
·
Billberry, membantu membuang racun dari lensa maata dan
retina. Kombinasi billberry dan vitamin E sudah terbukti dapat menghentikan
pertumbuhan katarak pada 48 dari 50 orang yang di teliti. Dosis yang tepat
adalah 80 mg dan dikonsumsi 3 kali sehari
·
Alpha-lipoic acid, meningkatkan efektifitas vitamin C dan E,
150 mg sehari (pagi sebelum makan)
·
Ekstrak biji anggur ( grape seed ), menguatkan pembuluh
darah halus dibagian mata, 100 mg 2 kali sehari.
Kebiasaan
yang perlu dilakukan adalah :
·
Stop merokok jika anda merokok.
·
Lindungi mata dari cahaya, matahari langsung, dengan
menggunakan kacamata matahari
·
Gunakan topi yang lebar, saat anda berada diluar.
·
Makanlah makanan yang cukup mengandung antioksidan seperti
buah dan sayuran segar.
H.
Pemeriksaan Diagnostik
Selain
uji mata yang biasanya dilakukan menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka
1. scan ultrasound
(echography)
dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000
sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2001)
2. kartu mata snellen chart (tes ketajaman
penglihatan dan sentral penglihatan)
3. lapang penglihatan, penurunan mungkin
di sebabkan oleh glukoma
4. pengukira tonograpi (mengkaji TIO,N
12-25 mmHg)
5. pengukuran gonoskopi, membantu
membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma
6. pemeriksaan oftalmologis,
mengkaji
struktur internal okuler,pupil oedema,perdarahan retina,dilatasi &
pemeriksaan.belahan lampu memastikan Dx Katarak
I.
Komplikasi
1. Hilangnya vitreous.
Jika
kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat
masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan resikoterjadinya glaucoma atau
traksi pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument
yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (virektomi). Pemasanagan lensa intraocular
sesegera mungkin tidak bias dilakukan pada kondisi ini.
2. Prolaps iris.
Iris
dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pasca operasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami
distorsi. Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Dalam
melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun
selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata
Identitas
klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan
ketajaman penglihatan dan silau.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat
kesehatan pendahuluan pasien diambil untuk menemukan masalah primer pasien,
seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan ganda, atau hilangnya
daerah penglihatan soliter. Perawat harus menemukan apakah masalahnya hanya
mengenai satu mata atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita
kelainan ini. Riwayat mata yang jelas sangat penting. Apakah pasien pernah
mengalami cedera mata atau infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita
pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Eksplorasi
keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan kacamata atau
lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak
dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?,
bagaimana dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan
lateral atau perifer?
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah
riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-nenek.
3. Pemeriksaan fisik
Pada
inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan
oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak
secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait
usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak
terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain
yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi
pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).
4. Perubahan pola fungsi
Data
yang diperoleh dalam kasus katarak, menurut (gordon) adalah sebagai berikut :
a. Persepsi tehadap kesehatan
Bagaimana
manajemen pasien dalam memelihara kesehatan, adakah kebiasaan merokok,
mengkonsumsi alkohol,dan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.
b. Pola aktifitas dan latihan
Bagaimana
kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas atau perawatan diri, dengan skor : 0
= mandiri, 1= dibantu sebagian, 2= perlu bantuan orang lain, 3= perlu bantuan
orang lain dan alat, 4= tergantung/ tidak mampu. Skor dapat dinilai melalui :
Aktifitas 0 1 2 3 4
c. Pola istirahat tidur
Berapa
lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur seperti insomnia atau
masalah lain. Apakah saat tertidur sering terbangun.
d. Pola nutrisi metabolik
Adakah
diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran diet apa yang telah
diberikan. Kaji nafsu makan pasien sebelum dan setelah sakit mengalami
perubahan atau tidak, adakah keluhan mual dan muntah, adakah penurunan berat
badan yang drastis dalam 3 bulan terakhir.
e. Pola
eliminasi
Kaji
kebiasaan BAK dan BAB pasien, apakah ada gangguan atau kesulitan. Untuk BAK
kaji warna, bau dan frekuensi sedangkan untuk BAB kaji bentuk, warna, bau dan
frekuensi.
f. Pola kognitif perseptual
Status
mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan bicara, mendengar, melihat,
membaca serta kemampuan pasien berinteraksi. Adakah keluhan nyeri karena suatu
hal, jika ada kaji kualitas nyeri.
g. Pola konsep diri
Bagaimana
pasien mampu mengenal diri dan menerimanya seperti harga diri, ideal diri
pasien dalam hidupnya, identitas diri dan gambaran akan dirinya.
h. Pola koping
Masalah
utama pasien masuk rumah sakit, cara pasien menerima dan menghadapi perubahan
yang terjadi pada dirinya dari sebelum sakit hingga setelah sakit.
i.
Pola seksual reproduksi
Pola
seksual pasien selama di rumah sakit, menstruasi terakhir dan adakah masalah
saat menstruasi.
j.
Pola peran hubungan
Status
perkawinan pasien, pekerjaan, kualitas bekerja, sistem pendukung dalam
menghadapi masalah, dan bagaiman dukungan keluarga selama pasien dirawat di
rumah sakit.
A.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
persepsi sensori-perseptual penglihatan b.d Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera ditandai
dengan menurunnya
ketajaman.
2. Ansietas b.d Perubahan
pada status kesehatan.
3. Kurang
pengetahuan b.d Kurang informasi tentang penyakit
4. Nyeri
b.d Luka pasca operasi.
5. Resiko
tinggi terhadap cidera b.d Keterbatasan penglihatan.
6. Risiko
infeksi b.d Prosedur invansif ( operasi katarak )
7. Resiko
ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik b.d kurang pengetahuan,
kurang sumber pendukung.
B.
Intervensi Keperawatan
NO
|
DX
Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Gangguan persepsi sensori-perseptual
penglihatan b.d Gangguan penerimaan sensori/status
organ indera ditandai
dengan menurunnya
ketajaman
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama ..........x 24 jam, diharapakan gangguan persepsi
sensori teratasi.
Kriteria
hasil: Sensori function : vision
-
Menunjukan tanda dan gejala persepsi dan sensori baik :
penglihatan baik.
-
Mampu mengungkapkan fungsi persepsi dan sensori dengan
tepat
|
NEUROLOGIK
MONITORING :
1.
Monitor tingkat neurologis
2.
Monitor fungsi neurologis klien
3.
Monitor respon neurologis
4.
Monitor reflek-reflek meningeal
5.
Monitor fungsi sensori dan persepsi : penglihatan,
penciuman, pendengaran, pengecapan, rasa
6.
Monitor tanda dan gejala penurunan neurologis klien
EYE CARE :
1.
Kaji fungsi penglihatan klien
2.
Jaga kebersihan mata
3.
Monitor penglihatan mata
4.
Monitor tanda dan gejala kelainan penglihatan
5.
Monitor fungsi lapang pandang, penglihatan, visus klien
MONITORING
VITAL SIGN :
1.
Monitor TD, Suhu, Nadi dan pernafasan klien
2.
Catat adanya fluktuasi TD
3.
Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau
berdiri
4.
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5.
Monitor TD, Nadi, RR sebelum dan setelah aktivitas
6.
Monitor kualitas Nadi
7.
Monitor frekuensi dan irama pernafasan
8.
Monitor suara paru
9.
Monitor pola pernafasan abnormal
10. Monitor suhu,
warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis
perifer
12. Monitor adanya
cushing triad (tekanan nadi yang melebar, brakikardi, peningkatan
sistolik)
|
2
|
Ansietas b.d Perubahan
pada status kesehatan.
|
NOC
·
Anxiety self-control
·
Anxiety level
·
Coping
Kriteria
Hasil :
-
Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.
-
Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas.
-
Vital sign dalam batas normal.
-
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktivfitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
|
NIC
Anxiety Reduction (penurunan
kecemasan)
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
2.
Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3.
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4.
Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
5.
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.
Dorong keluarga untuk menemani anak
7.
Lakukan back / neck rub
8.
Dengarkan dengan penuh perhatian
9.
Identifikasi tingkat kecemasan
10.
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
11.
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
12.
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
13.
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
|
3
|
Kurang pengetahuan b.d Kurang
informasi tentang penyakit
|
NOC
·
Knowledge : Disease Process
·
Knowledge : Health Hehavior
Kriteria Hasil :
-
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan
-
Pasien dan keluarga mampu melaksakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
-
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
|
NIC
Teaching : Disease
Proses
1.
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik
2.
Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
4.
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
5.
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
6.
Hindari jaminan yang kosong
7.
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang tepat
8.
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi dimasa yang akan datang dan ata proses pengontrolan
penyakit
9.
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
10. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat
12. Intruksikan pasien
mengenal tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
|
4
|
Nyeri b.d Luka pasca operasi.
|
NOC :
·
Pain Level,
·
pain control,
·
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan keperawatan
selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan
kriteria hasil:
-
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
-
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
-
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
-
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
-
Tanda vital dalam rentang normal
-
Tidak mengalami gangguan tidur
|
NIC :
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
4.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5.
Kurangi faktor presipitasi nyeri
6.
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7.
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8.
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
9.
Tingkatkan istirahat
10.
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11.
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
|
5
|
Resiko tinggi terhadap cidera
b.d Keterbatasan
penglihatan.
|
NOC
·
Risk Kontrol
Kriteria
Hasil :
-
Klien terbebas dari cedera
-
Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk
mencegah injury/cedera
-
Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku
personal
-
Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah
injury
-
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
-
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
|
NIC
Environment
Management (Manajemen lingkungan)
1. Sediakan
Iingkungan yang aman untuk pasien
2.
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3.
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
(misalnya memindahkan perabotan)
4.
Memasang side rail tempat tidur
5.
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
bersih
6.
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
7.
Membatasi pengunjung
8.
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
9.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
10.
Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
11.
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
|
6
|
Risiko infeksi b.d Prosedur
invansif ( operasi katarak )
|
NOC
·
Immune Status
·
Knowledge : Infection control
·
Risk control
Kriteria
Hasil:
-
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
-
Mendeskripsikan proses penularan penyakit,
faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
-
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
-
Jumlah leukosit dalam batas normal
-
Menunjukkan perilaku hidup sehat
|
NIC
Infection
Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan
lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan
teknik isolasi
3. Batasi
pengunjung bila perlu
4. Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien
5. Gunakan
sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci
tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7.
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8.
Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9.
Tingktkan intake nutrisi
10. Berikan
terapi antibiotik bila perlu
11. Infection
Protection (proteksi terhadap infeksi)
12. Monitor
tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
13. Monitor
kerentangan terhadap infeksi
14. Batasi
pengunjung
15. Pertahankan
teknik aspesis pada pasien yang beresiko
16. Inspeksi
kondisi luka / insisi bedah
17. Dorong
masukan cairan
18. Dorong
istirahat
19. Instruksikan
pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
20. Ajarkan
pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
21. Ajarkan
cara menghindari infeksi
22. Laporkan
kecurigaan infeksi
23. Laporkan
kultur positif
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Katarak menjadi penyebab kebutaan nomor
satu didunia karena penyakit ini menyerang tanpa disadari oleh penderitanya.
Katarak terjadi secara perlahan-lahan. Katarak baru terasa mengganggu setelah tiga
sampai lima tahun menyerang lensa mata.
Penderita rata-rata berasal dari ekonomi lemah sehingga banyak diantara
mereka tidak tersentuh
pelayanan kesehatan. Dan kebanyakan katarak terjadi karena proses
degeneratif atau semakin bertambahnya usia seseorang. Bahkan, dari data
statistik lebih dari 90 persen orang berusia di atas 65 tahun menderita
katarak, sekitar 55 persen orang berusia 75-85
tahun daya penglihatannya berkurang
akibat katarak (Irawan, 2008)
B.
Saran
Karena
katarak merupakan penyebab kebutaan nomor satu di dunia, maka asuhan
keperawatan pada pasien katarak harus di lakukan dengan profesional. Tenaga
keperawatan harus menjaga agar pasien katarak tidak sampai buta.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan
Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC : Jakarta
Barbara C, Long.(1996). Perawatan
medikal bedah. EGC : Jakarta
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku
saku patofisiologi”. EGC : Jakarta
Doenges, E. Marilynn. (1999).
Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta
Nurarif Huda Amin, Kusuma
Hardhi. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda NIC-NOC edisi revisi jilid 2, Jakarta : Mediaction Publishing
Nurarif
.A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
No comments:
Post a Comment