Tuesday, November 1, 2016

Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga dan Lansia

KATA PENGANTAR
           
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat serta penyertaan-Nya sehingga makalah Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga dan Lansia , ini dapat kami di selesaikan.
            Dalam penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang sederhana,singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.
            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan makalah ini.Maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan dimasa yang akan mendatang.
            Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.

      Padang,  Oktober 2016

                                            
                                                                                                                             Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas dari kegiatan komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun makhluk social akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi.  Begitupun dalam interaksi keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang lain sebagai perorangan , kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.
Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ).
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala sesuatunya, banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan akibat pola komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Apa bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Bagaimana komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Apa factor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.      Apa hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.      Mengetahui bentuk komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.      Mengetahui cara komunikasi pada keluarga dan lansia?
4.      Mengetahui factor yang mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.      Mengetahui hambatan komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Komunikasi Terapeutik Dalam Keluarga
1.      Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Duval, 1972).
Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling tergantung.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

2.       Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga
Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a.       Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b.      Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang tersebut.
c.       Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d.      Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e.       Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.

3.       Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga
a.       Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
b.      Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c.       Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu lebih menonjol.
d.      Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.

4.       Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga
a.       Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun puncak untuk mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak – anak memulai kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan, ungkapan – ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh kira-kira 50 kata setiap bulan.
b.      Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga. Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan – penolakan dan kontrol otonomi.
c.       Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan teman- teman sebayaKarena perubahan – perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara- saudara kandung  tetap penting.

5.       Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta secara  efektif,yaitu:
a.       Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude). Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.
b.      Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
c.       Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.
d.      Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).
e.       Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.
f.       Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

6.      Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga
Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor  yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan duraikan berikut ini :
a.       Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran  khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.

b.      Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati, diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c.       Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d.      Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e.       Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak  mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
f.       Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus dipahami.


B.     Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.      Pengertian
Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut.

2.      Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a.       Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b.      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c.       Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d.      Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.       Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan petugas kesehatan
b.      Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c.       Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d.      Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut sertakan dirinya
e.       Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.

3.      Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Komunikasi
a.       Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami, peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di observasi.
b.      Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.       Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d.      Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.

4.      Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1.      Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3.      Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

4.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5.      Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6.      Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.


5.      Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
a.       Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
b.      Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
c.       Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
d.      Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
e.       Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya. Gangguan sensoris dalam pendengarannya
f.       Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
g.      “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
h.      Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
i.        Hambatan pada  pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
j.        Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes

6.      Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
a.       Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara
b.      Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c.       Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
d.      Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak
e.       Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
f.       Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada
g.      Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
h.      Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
i.        Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
j.        Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
k.      Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien.
l.        Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara

7.      Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
a.       Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkunganya.
b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.
c.       Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.

B.     Saran
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang



DAFTAR PUSTAKA
Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung. PT Refika Aditama.
http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/


Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Graha Ilmu: Yogyakarta
Muwarni, anita (2009), Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan. Fitramaya: yogyakarta