BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segi kehidupan manusia.
Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik positif maupun negatif dapat
mempengaruhi keseimbangan fisik, mental dan sosial atau status kesehatan
seseorang sejalan dengan perkembangan teknologi dapat dikatakan makin banyak
masalah yang harus dihadapi dan diatasi seseorang serta sulit tercapainya
kesejahteraan hidup. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan
jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Muhith,
2015).
Kesehatan jiwa
menurut WHO (World Health Organization) adalah
ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan
hidup serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa adalah
kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada
individu disebut gangguan jiwa (UU No.18 tahun 2014).
Gangguan jiwa merupakan sindrom atau pola psikologis atau
pola perilaku yang penting secara klinis, yang terjadi pada individu dan
sindrom ini dapat dihubungkan dengan adanya distress seperti nyeri atau
disabilitas (ketidakmampuan pada salah satu bagian) serta peningkatan resiko
secara bermakna untuk mati, sakit, ketidakmampuan (American Psychiatric Associatin dalam
Muhith, 2015).
Data
statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa sekitar 450 juta
orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa. Sepertiga diantaranya
terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh peneliti di Harvard
University dan University College London, mengatakan penyakit kejiwaan pada
tahun 2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan di seluruh dunia.
Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia, 2016).
Menurut
WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta
orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17%
menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat
sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34
provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah
gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia pada
urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat
ini akan menimbulkan masalah baru yang disebabkan ketidakmampuan dan
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).
Skizofrenia
adalah gangguan multifaktorial perkembangan saraf yang dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan serta ditandai dengan gejala positif, negatif dan
kognitif. Gejala psikotik ditandai oleh abnormalitas dalam bentuk dan isi
pikiran, persepsi, dan emosi serta perilaku. Gejala yang dapat diamati pada pasien
skizofrenia adalah penampilan dan perilaku umum, gangguan pembicaraan, gangguan
perilaku, gangguan afek, gangguan persepsi, dan gangguan pikiran. Gejala
kognitif sering mendahului terjadinya psikosis. Gejala positif (nyata) meliputi
waham, halusinasi, gaduh gelisah, perilaku aneh, sikap bermusuhan dan gangguan
berpikir formal. Gejala negatif (samar) meliputi sulit memulai pembicaraan,
efek datar, berkurangnya motivasi, berkurangnya atensi, pasif, apatis dan
penarikan diri secara sosial dan rasa tak nyaman (Videbeck, 2008). Pasien
dengan skizofrenia cenderung menarik diri secara sosial (Maramis, 2009).
Salah
satu gejala negatif dari skizofrenia sendiri adalah dapat menyebabkan klien
mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi sosial: menarik diri. Kasus pasien
gangguan jiwa yang mengalmi gejala isolasi sosial sendiri tergolong tinggi
yaitu 72 % (Maramis, 2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa gejaa terbanyak dari
pasien skizofrenia adalah isolasi sosial: menarik diri sebagai akibat kerusakan
afektif kognitif klien.
Isolasi sosial merupakan salah satu gejala negatif yang
dimiliki pada skizofrenia digunakan oleh klien untuk menghindar dari orang lain
karena pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain
tidak terulang lagi (Carson, 2000; Chen, et, al.,2006; Eiken, 2012). Isolasi
sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidakditerima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Muhith, 2015).
Klien
dengan isolasi sosial dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yang
terdiri dari faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan seseorang mengalami isolasi sosial adalah adanya tahap
pertumbuhan dan perkembangan yang belum dapat dilalui dengan baik, adanya
gangguan komunikasi didalam keluarga, selain itu juga adanya norma-norma yang
salah yang dianut dalam keluarga serta factor biologis berupa gen yang
diturunkan dari keluarga yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain faktor
predisposisi ada juga factor 3 presipitasi yang menjadi penyebab adalah adanya stressor
sosial budaya serta stressor psikologis yang dapat menyebabkan klien mengalami
kecemasan (Prabowo, 2014).
Perasaan
negatif yang timbul setelahnya akan berdampak pada penurunan harga diri
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan
yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya
diri kurang dan juga dapat mencederai diri (NANDA, 2012). Dan konsep diri
merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri,
dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup,
kebutuhan dan penampilan diri (Videbeck, 2008).
Akibat
yang akan ditimbulkan dari perilaku isolasi sosial yaitu perubahan persepsi
sensori: halusinasi, resiko tinggi terhadap kekerasan, dan harga diri rendah
kronis. (Keliat, 2011). Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien semakin
sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Hal ini menyebabkan
pasien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Pasien akan
semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut seperti
deficit perawatan diri, halusinasi yang akhirnya menyebabkan kekerasan dan
tindakan bunuh diri (Dalami dkk, 2009). Peran
perawat sangat dibutuhkan dalam penanggulangan klien isolasi sosial (Iskandar,
2012).
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan Isolasi
Sosial meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Perawat
jiwa dituntut melakukan aktivitas pada tiga area utama yaitu asuhan langsung,
komunikasi, penatalaksanaan keperawatan. Pada peran promotif, perawat
meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan
kesehatan mental dan pencegahan Isolasi Sosial (Yusuf, dkk, 2015).
Rumah sakit jiwa HB Saanin Padang merupakan satu satunya
rumah sakit jiwa pemerintah yang ada Sumatera Barat. Berdasarkan data dari medical record pada tahun 2016 di RS
Jiwa Prof. HB Saanin Padang pasien dengan gangguan jiwa sebanyak 10.365 jiwa dengan pasien rawat jalan baru sebanyak
4.478 jiwa dan pasien lama sebanyak 3.607 jiwa, sedangkan pasien rawat inap baru
sebanyak 1.106 jiwa dan pasien lama sebanyak 1.174 jiwa.
Salah satu ruang ruang rawat inap di RSJ HB Saanin Padang
ialah Wisma Nuri. Berdasarkan hasil
dokumentasi, jumlah
pasien yang memiliki masalah keperawatan isolasi sosial pada bulan Juli
sebanyak 10 orang dari 31 orang total pasien yang dirawat (33,3%). Pada saat
praktek di Wisma Nuri pada tanggal 8 Agustus 2018 terdapat 2 orang pasien
dengan masalah utama isolasi sosial, salah satunya ialah Tn. A. Kondisi Tn. A tampak sering menyendiri dan termenung,
kontak mata kadang ada kadang tidak, klien tidak mau bergaul dengan orang lain,
keluarga mengatakan bahwa klien tidak pernah ikut kegiatan
sosial/masyarakat dan tidak pernah berbicara dengan tetangga sekitar rumah,
ketika ditanya, klien hanya menutup kedua kelopak matanya.
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka kelompok tertarik memaparkan pelaksanaan
“Asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri
RSJ. Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2018”
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn A dengan Isolasi Sosial di
ruang rawat Wisma Nuri RSJ. Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2018?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan Asuhan keperawatan pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat
wisma Nuri RSJ. Prof. HB Saanin Padang pada tahun 2018
2. Tujuan Khusus
a.
Menggambarkan hasil pengkajian pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri RSJ. Prof. HB
Saanin Padang pada tahun 2018
b.
Menggambarkan diagnosa keperawatan pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri RSJ. Prof. HB
Saanin Padang pada tahun 2018
c.
Menggambarkan intervensi keperawatan pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri RSJ. Prof. HB
Saanin Padang pada tahun 2018
d.
Menggambarkan implementasi keperawatan pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri RSJ. Prof. HB
Saanin Padang pada tahun 2018
e.
Menggambarkan evaluasi keperawatan pada pada Tn A dengan Isolasi Sosial di ruang rawat wisma Nuri RSJ. Prof. HB
Saanin Padang pada tahun 2018
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan
bagiRumah Sakit Jiwa Prof.HB.Saanin Padang dalam meningkatkan mutu pelayanan dan profesionalitas khususnya dalam kasus Isolasi Sosial.
2.
Bagi Perawat
Laporan
kasus ini dapat menjadi bahan bacaan, menambah wawasan ilmu pengetahuan, dan menjadi
gambaran bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
isolasi sosial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Isolai Sosial
1. Defenisi Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain dan sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat,dkk, 2009).
Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang
terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri
sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial
adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu
yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan
lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).
2. Rentang Respon Sosial
Respon adaptif
Respon maladaptive
![]() |
Solitud
Kesepian Manipulasi
Autonom
Menarik diri
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narkisime
Saling ketergantungan
Gambar 2.1: Rentang respon Isolasi Sosial
Sumber: Dalami (2009)
Keterangan
rentang respon :
a. Respon adaptif adalah respon
yang diterima oleh norma sosial dan kutural dimana individu tersebut
menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon adaptif tersebut :
1) Solitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan untuk
menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu
cara mengawasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Suatu kemampuan individu
untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran.
3) Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk memberi dan menerima.
4) Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara
individu dengan orang lain dalam hubungan interpersonal.
b. Respon maladiptive adalah
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari
norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat.
Karakteristik dari perilaku maladiptif tersebut adalah
1) Menarik diri
Gangguan yang terjadi
apabila seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk
mencari ketenangan sementara
2) Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang
terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek dan
berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi pada orang
lain. Individu tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3) Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan
rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
4) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai
penilaian yang buruk dan cenderung memaksakan kehendak.
5) Narkisisme
Harga diri yang rapuh,secara
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, memiliki sikap
egosentris, pencemburu dan marah jika orang lain tidak mendukung.
3. Faktor Penyebab Isolasi
Sosial
Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang
terjadi sepanjang daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Adanya faktor herediter yang
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko, riwayat penyakit trauma kepala, dan
riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor Psikologis
Ditemukan pengalaman negatif
klien terhadap gambaran diri, tidak jelasnya atau berlebihnya peran yang
dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan
kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan,yang dapat
menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan akhirnya menjadi
masalah isolasi sosial.
3) Faktor Sosial Budaya
Pada klien isolasi sosial
biasanya ditemukan dari kalangan ekonomi rendah,riwayat penolakan lingkungan
pada usia perkembangan anak,tingkat penididikan rendah dan kegegalan dalam
berhubungan sosial.
b. Faktor Presipitasi
Biasanya
ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau kelaianan struktur
otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup, kemiskinan, atau adanya
tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
klien,konflik antar masyarakat.
Faktor
pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti
kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
Faktor
pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori :
1) Faktor sosiokultural.
Stres dapat ditimbulkan oleh
menurunnya stabilitas unit keluarga, dan berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah sakit.
2) Faktor psikologik
Ansietas berat yang
berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan
ansietas tinggi (Stuart, 2006).
4. Proses Terjadinya Isolasi
Sosial
Salah satu gangguan berhubungan
sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan
oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang yang
penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak
berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan berhubungan dengan
orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan
dalam aktivitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalinan terhadap penampilan dan tingkah
laku masa lalu serta tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut halusinasi (Dalami, dkk, 2009).
5. Tanda dan Gejala Isolasi
Sosial
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tanda dan gejala isolasi
sosial dapat dinilai dari ungkapan klien yang menunjukkan penilaian negatif
tentang hubungan sosial dan didukung dengan data observasi :
a. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang
:
1) Perasaan sepi
2) Perasaan tidak aman
3) Perasaan bosan dan waktu
terasa lambat
4) Ketidakmampuan
berkonsentrasi
5) Perasan ditolak
b. Data objektif
1) Banyak diam
2) Tidak mau bicara
3) Menyendiri
4) Tidak mau berinteraksi
5) Tampak sedih
6) Kontak mata kurang
7)
Muka datar
6. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladiptif
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Stuart,
2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara
lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain,
merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.
Pada klien isolasi sosial ketika menghadapi stresor
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif. Mekanisme koping yang
digunakan yaitu proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain. Proyeksi adalah
memindahkan pikiran atau dorongan atau impuls emosional atau
keinginan-keinginan yang dapat diterima orang lain. Pada orang-orang yang
melakukan mekanisme koping proyeksi, ide atau keinginan individu akan dialihkan
kepada orang lain sampai orang lain yang diajak berinteraksi dapat menerima
idenya tersebut. Splitting adalah memandang orang atau situasi semuanya baik
atau semuanya buruk. Pada splitting individu mengalami kegagalan dalam
mengintegrasikan kualitas positif dan negatif dalam diri Sedangkan merendahkan
orang lain adalah mekanisme koping yang dilakukan seseorang dengan memandang
dirinya lebih baik dan lebih tinggi dari orang lain. Orang lain dianggap tidak mempunyai
kemampuan lebih dari diri klien (Townsend, 2009).
Menurut Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan
dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga
yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau
tulisan.
7. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan
medis
Menurut Dermawan, 2013 penatalaksanaan klien yang mengalami
isolasi sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
1)
Terapi
Farmakologi
a)
Clorpromazine
(CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja,
hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi,
gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut kering,
kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia
akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan
endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b)
Haloperidol
(HLP)
Indikasi: Berdaya
berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi
kehidupan sehari – hari.
Efek
samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama
jantung).
c)
Trihexy
phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis
penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan idiopatik,sindrom parkinson
akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping: Sedasi dan
inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/
parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
2)
Electro
Convulsive Therapy
Electro
Convulsive Therapi (ECT)
atau yang lebih dikenal dengan eletroshock adalah suatu terapi psiatri yang
menggunakan energi shock listrik dalam pengobatannya. Biasanya ECT ditunjukan
untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon pada obat psikiatri pada
dosis terapinya. Diperkirakan hampir 1 juta orang di dunia mendapat terapi ECT
setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk
memberikan efek kejang klonik yang dapat memberikan efek terapi selama 15
menit.
b.
Penatalakasanaan
Keperawatan
1)
Terapi
individu dan keluarga
Penatalaksanaan isolasi
sosial dapat dilakukan dengan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SPTK)
pada pasien yang lebih dikenal dengan strategi pelaksanaan (SP) yang terdiri
dari beberapa strategi pelaksanaan diantaranya strategi pelaksaan pasien
mengajarkan dengan berinteraksi secara bertahap dan keluarga yang terdiri dari
masing-masing empat strategi pelaksaan (Badar, 2016)
2)
Terapi
aktivitas kelompok
Menurut Stuart
dan Laraia kegiatan kelompok merupakan tindakan keperawatan pada kelompok dan
terapi kelompok. Terapi aktivitas kelompok (TAK), terdiri dari 4 macam yaitu
TAK stimulasi persepsi, TAK stimulasi sensori, TAK stimulasi realita, dan TAK
sosialisasi. Terapi kelompok yang cocok pada pasien isolasi sosial yaitu terapi
aktivitas kelompok sosial (TAKS) karena klien mengalami gangguan hubungan sosial (Badar , 2016).
Terapi
aktivitas kelompok sosialisasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan isolasi
sosial adalah :
a)
Sesi 1
:kemampuan mengenalkan diri
b)
Sesi 2
:kemampuan berkenalan
c)
Sesi 3
:kemampuan bercakap-cakap dengan anggota kelompok
d)
Sesi 4
:kemampuan menyampaikan topic pembicaraan tertentu
e)
Sesi 5
:kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama dalam sosialisasi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Teoritis pada Pasien dengan Isolasi Sosial
1.
Pengkajian
Keperawatan
Menurut
Rusdi (2013) pengkajian asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial adalah
sebagai berikut :
a. Identitas
Identitas
terdiri dari : nama pasien (Identitas), umur, jenis kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medik, informan, keluarga
yang bisa dihubungi.
b. Alasan
masuk
Alasan
klien masuk bisa dilihat dari riwayat rekam medik klien ataupun bisa didapatkan
dari keluarga pasien. Bagaimana keadaan klien selama dirumah, apa yang
menyebabkan pasien/keluarga datang ke rumah sakit saat ini, apa yang sudah
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan bagaimana hasilnya.
c. Faktor
predisposisi
Biasanya
pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan yang pernah
dilakukan sebelumnya (biasanya berhasil, kurang berhasil, dan tidak berhasil).
Biasanya pasien pernah menjadi mengalami dan menyaksikan penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan
criminal.Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.Biasanya
ada pengalaman masa lalu pasien yang tidak menyenangkan seperti kegagalan,
kehilangan, perpisahan, kematian, trauma selama tumbuh kembang yang pernah
dialami pasien pada masa lalu.
d. Fisik
Biasanya
difokuskan pada system dan fungsi organ. Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan
head to toe,tanda - tanda vital (TTV) ,ukur tinggi badan dan berat
badan, dan kaji lebih lanjut sitem dan fungsi organ serta jelaskan dengan
kondisi yang sesuai dengan keluhan yang ada.
e. Psikososial
1) Genogram
Adanya
anggota keluarga pasien yang lain yang mengalami gangguan jiwa, pola komunikasi
terganggu, begitu pula dengan pengambilan keputusan dan pola asuh. Genogram
dilihat dari 3 generasi sebelumnya.
2) Konsep
diri
a) Citra
tubuh
Biasanya
berisi tentang persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan
bagian tubuh yang tidak disukainya.Biasanya pasien mudah kecewa, mudah putus
asa, menutup diri.
b) Identitas
diri
Biasanya
berisikan status pasien atau posisi pasie sebelum dirawat.Kepuasan pasien
sebagai laki – laki atau perempuan. Dan kepuasan pasien terhadap status dan
posisinya di (sekolah, tempat kerja, dan kelompok)
c) Peran
diri
Biasanya
pasien menceritakan tentang peran/tugas yang diemban dalam keluarga/ kelompok
masyarakat. Kemampuan pasien dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut biasanya
mengalami krisis peran.
d) Ideal
diri
Biasanya
berisi tentang harapan pasien terhadap penyakitnya.Harapan pasien terhadap
lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, dan masyarakat).Dan harapan pasien
terhadap tubuh, posisi, status, dan tugas atau peran.Biasanya gambaran diri
negatif.
e) Harga
diri
Biasanya
tentang bagaimana cara pasien memandang dirinya, orang lain sesuai dengan
kondisi pada citra diri, identitas diri, peran diri, dan ideal diri. Penilaian/
penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya. Biasanya pasien
mengalami harga diri rendah.
f) Hubungan
sosial
Biasanya
pasien dengan isolasi sosial apatis, tidak mempunyai orang yang terdekat dan
sering dicemoohkan oleh lingkungan disekitar pasien
g) Spritual
1) Nilai
dan keyakinan
Biasanya
nilai – nilai dan keyakinan terhadap agama kurang sekali, keyakinan agama
pasien isolasi sosial juga terganggu
2) Kegiatan
ibadah
Biasanya
pasien menjalankan kegiatan ibadah dirumah sebelumnya, saat sakit ibadah
terganggu atau sangat berlebihan.
h) Status
mental
1) Penampilan
Biasanya
penampilan pasien tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, dan cara
berpakaian pasien tidak seperti biasanya, kuku panjang, rambut tampak banyak
ketombe, pakaian tampak kotor.
2) Cara
bicara/ pembicaraan
Biasanya
cara bicara pasien dengan isolasi sosial biasanya lambat, membisu, dan tidak
mampu memulai pembicaraan.
3) Aktivitas
motorik
Biasanya
keadaan pasien tampak lesu, tegang, gelisah, sering menyendiri dan tremor.
4) Alam
perasaan
Biasanya
ditemukan keadaan pasien tampak seperti sedih, ketakutan, putus asa, dan
khawatir.
5) Afek
Biasanya
afek pasien datar, tumpul, labil, tidak sesuai, berlebihan, dan ambivalen.
6) Interaksi
selama wawancara
Biasanya
pada saat melakukan wawancara pasien bermusuhan, tidak kooperatif , mudah
tersinggung, kontak mata tidak mau menatap lawan bicara, dan selalu curiga.
7) Persepsi
Biasanya
tergantung dari halusinasi yang di derita oleh pasien.Seperti halusinasi
pendengaran mendengar sesuatu, penglihatan melihat sesuatu, penghidu menghidu
sesuatu, pengecap mengecap sesuatu, perabaan merasakan sesuatu, jika ditemukan
halusinasi maka perlu ditanyakan apa isi halusinasi dan frekuensi gejala yang
tampak saat pasien berhalusinasi.
8) Proses
pikir
Biasanya
pada pasien isloasi sosial proses pikir pasien Sirkumtansial, tangensial dan
kehilangan asosiasi.
9) Isi
pikir
Biasanya
pada pasien isolasi sosial ditemukan phobia, depersonalisasi dan ide yang
terkait
10) Tingkat
kesadaran
Biasanya
pada pasien ditemukan tingkat kesadaran bingung dan sedasi melalui wawancara
atau observasi.
11) Tingkat
konsentrasi berhitung
Biasanya
pada saat dilakukan wawancara cendrung tidak mampu berkonsentrasi dan tidak
mampu berhitung.
12) Kemampuan
penilaian
Biasanya
pasien mengalami gangguan kemampuan penilaiaan bermakna.
13) Daya
tilik diri
Biasanya
pasien mengingkari penyakit yang diderita dan menyalahkan hal-hal yang diluar
dirinya.
i)
Kebutuhan Persiapan
pulang
1) Makan:
biasanya pasien kurang makan dan makan
pasien tidak sesuai kebutuhan.
2) Mandi:
biasanya pasien tidak mau mandi, gosok gigi, tampak kusam dan tidak mau
menggunting kuku.
3) BAK/BAB:
biasanya BAB/BAK pasien normal/ tidak ada gangguan
4) Berpakaian:
biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, dan memakai pakaian yang tidak
serasi
5) Istirahat:
biasanya istirahat pasien terganggu
6) Penggunaan
obat : biasanya pasien minum obat tidak teratur
7) Aktivitas
dalam rumah : biasanya pasien malas mengerjakan pekerjaan rumah
8) Aktivitas
diluar rumah: biasanya pasien tidak mau beraktivitas diluar rumah, karena
pasien selalu merasa ketakutan.
j)
Mekanisme Koping
1) Adaptif
Biasanya
pasien menyendiri, otonomi, mutualisme dan interdependent
2) Maladaptif
Biasanya
reaksi pasien lambat/berlebihan, pasien bekerja secara berlebihan, selalu
menghindar dan menciderai diri sendiri.
3) Masalah
psikososial dan lingkungan
Biasanya
pasien mengalami masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan, biasanya
disebabkan oleh kurangnya dukungan dari kelompok, masalah dengan pendidikan,
masalah dengan pekerjaan, masalah dengan ekonomi dan masalah dengan pelayanan
kesehatan.
4) Pengetahuan
Biasanya
pasien isolasi sosial mengalami gangguan kognitif.
k) Aspek
Medik
Tindakan
medis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien skizofrenia adalah dengan
memberikan terapi sebagai berikut :
1) Electro
Convulsive Therapi (ECT)
2) Obat
– obatan seperti: Clopromazine (CPZ), Haloperidol (HLP), Trihexphenidyl (THP)
2.
Pohon Masalah
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Defisit Perawatan Diri (Effect)
Isolasi Sosial (Core Problem)
Harga Diri Rendah (Cause)
3.
Kemungkinan
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah di
atas maka kemungkinan diagnosa keperawatan jiwa yang muncul adalah sebagai
berikut:
a. Isolasi sosial
b. Harga Diri Rendah
c. Gangguan sensori persepsi :
halusinasi
d. Defisit perawatan diri
4.
Intervensi
Keperawatan
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Perencanaan
|
Rasional
|
||
Tujuan
|
Kriteria Evaluasi
|
Intervensi
|
|||
1.
|
Isolasi sosial
|
Tujuan
Umum :
Pasien mampu berinteraksi dengan orang lai
secara optimal
Tujuan
Khusus:
Pasien mampu :
1. Membina hubungan saling percaya
2. Menyadari penyebab isolasi sosial
3. Berkenalan dengan perawat
|
Setelah 1 x 30 menit pertemuan pasien :
1. Mampu membina hubungan saling percaya di
tandai dengan pasien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, memperlihatkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan namanya,
mau menjawab salam, pasien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi
2. Mampu mengenal penyebab isolasi sosial,
keuntungan berhubungan dengan orang lain, dan kerugian tidak berhubungan
3. Mampu berkenalan dengan perawat
4. Mampu menyusun jadwal kegiatan harian
berkenalan
|
SP 1 :
1. Bina hubungan saling percaya dengan
tindakan :
-
Mengucapkan
salam setiap kali interaksi dengan pasien
-
Berkenalan
dengan pasien : perkenalakan nama dan nama panggilan yang disukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien
-
Menanyakan
perasaaan dan keluhan pasien saat ini
-
Buat
kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama pasien nerapa lama akan
dikerjakan, dan dimana tempatnya
-
Jelaskna
bahwa informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi akan dirahasikan
-
Setiap
sat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
-
Penuhi
kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2. Bantu pasien mengenal penyebab isolasi
sesuai dengan tindakan sebagai berikut :
-
Menanyakan
pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
-
Siapa
yang satu rumah dengan pasien
-
Siapa
yang dekat dengan pasien
-
Apa
sebabnya?
-
Siapa
yang tidak dekat dengan pasien dan apa sebabnya
-
Meanyakan
apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
3. Bantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
4. Bantu pasien mengenal kerugian tidak
berhubungan dilakukan dengan cara :
-
Mendiskusikan
keruguan bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
-
Menjelaskan
pengaruh isolasi sosial terhdap kesehatan fisik pasien
5. Latih dan ajarkan pasien berkenalan dengan
cara :
-
Jelaskan
kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain
-
Berikan
contoh bcara berinteraksi dengan perawat atau tamu :
-
Sebutkan
dulu nama kita dan nama panggilan asal dan hobi
-
Menanyakan
nama, nama panggilan asal dan hobi
6. Masukan dalam jadwal harian
|
-
Hubungan
saling percaya merupakan landasan dasar interaksi perawat dengan klien
sehingga klien terbuka dalam mengungkapkan masalahnya dan menimbulkan sikap
menerima terhadap orang lain
-
Agar
klien dapat mengenal dan mengungkapkan penyebab isolasi sosial yang terjadi
-
Agar
klien mempunyai keinginan berinteraksi dengan orang lain
-
Agar
klien menyadari kerugian yang ditimbulkan akibat berinteraksi dengan orang
lain
-
Dengan
belajar berkenalan menimbulkan motivasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain
-
Memberikan
rasa tanggungjawab pada pasien untuk melaksanakan kegiatan dengan teratur
|
|
|
4.
Berkenalan
dengan 2-3 orang dan berbicara sambil melakukan 2 kegiatan harian
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien :
1. Mampu berinterakasi dengan orang lain
secara bertahap : berkenalan dengan 2-3 orang
2. Mampu berbicara sambil melakukan kegiatan
harian (2 kegiatan)
3. Mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
|
SP 2
1. Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP1). Beri
pujian
2. Latih cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
3. Memasukkan pada jadwal harian berkenalan
dengan 2-3 orang pasien, perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan
harian
|
-
Menilai
kemampuan dan perkembangan pasien
-
Memberikan
kesempatan dan motivasi klien untuk mau melakukan interaksi secara bertahap
dan interaksi saat melakukan kegiatan
|
|
|
5.
Berkenalan
denga 4-5 orang dan berbicara sambil melakukan 2 kegiatan harian baru
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien :
1. Mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan
2. Mampu beribteraksi dengan orang lain secara
bertahap : berkenala dengan 4-5 orang sambil berbicara sambil melakukan 2
kegiatan (baru)
3. Mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
|
SP 3 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP
2). Beri pujian
2. Latih cara berbicara saat meakukan kegiatan
harian ( 2 kegiatan baru)
3. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan
berkenalan 4-5 orang berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian
|
-
Sebagai
dasar perawat untuk menilai perkembangan klien dalam mengenal cara
berinteraksi
-
Memberikan
motivasi klien untuk berinteraksi dan mendapatkan respon yang positif
-
Memberikan
motivasi dan rasa tanggungjawab pada pasien untuk melaksanakan kegiatan
berkenalan dengan teratur
|
|
|
6.
Berbicara
sambil melakukan kegiatan sosia
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien :
1. Mampu menyebutkan kegiatan yang sudah
dilakukan
2. Mampu berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap: berkenalan dengan > 5 orang dan bersosialisasi
3. Mampu memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
|
SP 4 :
1. Evaluasi kegiatan lalu (SP 1, SP 2, dan SP
3). Beri pujia
2. Latih cara bicara sosial : meminta sesuatu,
emnejawab pertanyaan
3. Masukkan pada jadwal keguatan untuk latihan
berkenalan dengan >5 orang, orang baru, bebicara saat melakukan kegiatan
dan bersosialisasi
|
-
Menilai
perkembangan dan kemajuan pasien
-
Memberikan
motivasi klien untuk berinteraksi dan mendapatkan respon yang positif
-
Memberikan
motivasi dan rasa tanggungjawab pada pasien untuk melaksanakan kegiatan
berkenalan dengan teratur
|
|
|
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga :
1. Mampu mengidentifikasi masalah dan
menjelaskan cara merawat pasien dengan isolasi sosial : berkenalan dan
berbicara saat melakukan kegiatan harian
|
SP 1
Beri penyuluhan kepada keluarga tentang
cara merawat pasien isolasi sosial di rumah
1. Identifikasi dan diskusikan masalah
keluarga dlam merawat pasien di rumah
2. Diskusikan bersama kleyarga tentang isolasi
sosiL : Pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya
3. Jelaskan dua cara merawat pasien dengan
berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal saat
besuk
|
-
Dengan
penyuluhan dapat meibatkan keluarga dalam meningkatkan kemmapuan keluarga
untuk merawat pasien sehingga meningkatkan perawatan pasien
-
Memberikan
kesempatan kepada keluarga mengungkapkan masalh keluarga dalam merawat pasien
di rumah
-
Meningkatkan
pegetahuan dan kemampuan keluarga untuk mengenal masalah isolasi sosial yang
dialami pasien
-
Memberikan
pemahaman dan meningkatkan kemmapuan cara merawat pasien dengan isolasi
sosial
|
|
|
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga :
1. Mampu mempraktekan cara merawat pasien
isolasi sosial dengan cara melakukan kegiatan harian
|
SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1). Beri
pujian
2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat
melibatkan pasien berbicara (makan, gotong royong di lingkungan rumah) di
rumah
3. Latih cara membimbing pasien berbicara dan
beri pujian
4.
Anjurkan
membantu pasien sesuai jadwal dan beri pujian saat besuk
|
-
Memberikan
keyakinan dan rasa percaya diri pada keluarga dalam merawat anggota keluarga
dengan isolasi sosial
|
|
|
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga :
1. Mampu mempraktekan cara merawat pasien
isolasi sosial denga cara melakukan kegiatan sosial
|
SP 3:
1. evaluasi kegiatan yang lalu )SP 1, Sp. Beri
pujian
2.
Jelaskan
cara melatih pasie melakukan kegaitan sosial seperti berbelanja ke warung,
meminta sesuatu, dll
3.
Latih
keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian saat besuk
|
-
Meningkatkan
pengetahuan dan kemamouan keluarga untuk merawat pasien
-
Memberikan
keyakinan dan arsa peracya dri pada kelyarga dalam merawat anggota keluarga
dengan isolasi sosial
|
|
|
|
Seyelah interaksi 1 x 30 menit keluarga :
1. Mampu membuat jadwal aktifitas di rumah/
perecanaan pulang pasien dan melaksanakan follow up pasien setelah pulang
|
SP 4
1. Evaluasi kegaitan yang lalu (SP1, SP2,
Sp3). Beri pujian
2. Jelaskan follow up ke RSj/PKM, tanda
kambuh, rujukan
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
|
-
Membantu
memberikan rasa tanggungjawab pada keluarga agar pasien melaksanakan kegaitan
serta minum obat dengan teratur
-
Memberikan
keyakinan pada keluarga untuk melanjutkan merawat keluarga dengan isolasi
sosial
|
2.
|
Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah
|
Klien mampu :
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
3. Klien dapat menetapkan / memilih kegiatan
sesuai dengan kemampuan
4. Menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan
yang sudah dilatih
|
Setelah 1x 30 menit Pertemuan klien :
1. Mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
2. Mampu menilai kemampuan yang dapat
digunakan
3. Mampu menetapkan / memilih kegiatan yang
sesuai kemampuan
4. Mampu melatih 1 kegiatan yang sudah
dipilih, sesuai dengan kemampuan
5. Mampu menyusun jadwal kegiatan harian
|
SP
1
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien
2. Membantu klien dalam menilai kemampuan yang
masih dapat digunakan
3. Membantu klien dalam memilih kegiatan yang
akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien
4. Melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan
kemampuan klien
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan klien
6. Menganjurkan klien untuk memasukan ke dalam
jadwal kegiatan harian
|
Dengan mengidetifikasi kemampuan yang
dimiliki dapat menetukan tindakan selanjutna
Membantu klien menilai kemampuan yang
dimiliki sabagai dasar asuhan keperawatan
Mmberikan pilihan kegaitan apa yang ingin
dilakukan klien terlebih dahulu .sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dengan memilih kegiatan yang dipilih klien
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan yang klien miliki
Melatih dan memberikan rasa tanggung jawab
untuk melakukan kegiatan secara teratur
|
|
|
|
Setelah interaksi 30 menit klien mampu :
1. Melatih kegiatan kedua yang dipilih sesuai
dengan kemampuan
2. Mampu menyusun jadwal untuk melakukan
kegiatan kedua yang sudah dipilih
|
SP
2
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP1)
2. Latih kemampuan yang kedua
3. Anjurkan klien untuk memasukan ke dalam
jadwal harian klien
|
Sebagai dasar bagi perawat untuk menilai
perkembangan klien
Memberikan kesempatan dan motivasi klien
untuk meningkatkan harga diri klien
Memberikan motivasi dan rasa tanggung jawab
pada klien untuk melaksanakan kegiatan dengan teratur
|
|
|
|
Setelah interaksi 30 menit klien mampu :
1. Melatih kegiatan ketiga yang dipilih sesuai
dengan kemampuan
2. Mampu menyusun jadwal untuk melakukan
kegiatan ketiga yang sudah dipilih
|
SP
3
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP1,
SP2)
2. Latih kemampuan yang ketiga
3. Anjurkan klien untuk memasukan ke dalam
jadwal harian klien
|
Sebagai dasar bagi perawat untuk menilai
perkembangan klien
Memberikan kesempatan dan motivasi klien
untuk meningkatkan harga diri klien
Memberikan motivasi dan rasa tanggung jawab
pada klien untuk melaksanakan kegiatan dengan teratur
|
|
|
|
Setelah interaksi 30 menit klien mampu :
1. Melatih kegiatan keempat yang dipilih
sesuai dengan kemampuan
2. Mampu menyusun jadwal untuk melakukan
kegiatan keempat yang sudah dipilih
|
SP
4
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian klien (SP1,
SP2, SP3)
2. Latih kemampuan yang keempat
3. Anjurkan klien untuk memasukan ke dalam
jadwal harian klien
|
Sebagai dasar bagi perawat untuk menilai
perkembangan klien
Memberikan kesempatan dan motivasi klien
untuk meningkatkan harga diri klien
Memberikan motivasi dan rasa tanggung jawab
pada klien untuk melaksanakan kegiatan dengan teratur
|
3.
|
Gangguan
sensori persepsi : halusinasi
|
Tujuan
Umum :
Pasien mampu mengontrol halusinasi yang di
alaminya
Tujuan
Khusus :
Klien mampu :
1.
Mengenal
halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
2.
Mengontrol
halusinasi dengan enam benar minum obat
3.
Mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap
4.
Mengontrol
halusinasi dengan melakukan aktifitas sehari-hari
|
Setelah dilakukan pertemuan dengan pasien
selama 1 x 30 menit pasien mampu mengenal jenis halusinasi, isi halusinasi,
waktu halusinasi, frekuensi halusinasi, situasi yang menimbulkan halusinasi,
menjelaskan respon terhadap halusinasi, mampu menghardik halusinasi
Setelah dilakukan pertemuan dengan pasien
selama 1 x 30 menit pasien mampu menjelaskan enam benar minum obat
Setelah dilakukan pertemuan dengan pasien
selama 1 x 30 menit pasien mampu bercakap-cakap jika terjadi halusinasi
Setelah dilakukan pertemuan dengan pasien
selama 1 x 30 menit pasien mampu melakukan aktifitas harian sesuai jadwal
|
SP 1 :
1. Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi,
waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon.
2. Jelaskan cara mengotrol halusinasi :
hardik,obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik
4. Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik
SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan hardik, beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
obat ( jelaskan 6 benar : jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas
minum obat )
3. Masukkan dalam jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik dan minum obat
SP 3:
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik dan
obat . beri pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi
denganbercakap – cakap saat terjadi halusinasi
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
menghardik,minum obat,dan bercakap- cakap
SP 4:
1. Evaluasi kegiatan latihan menghardik , obat
dan bercakap-cakap. Beri pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian ( mulai 2 kegiatan )
3. Masukksan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik, minum obat, bercakap-cakap dan kegiatan harian.
|
1.
Dengan memberikan pemahaman tentang
halusinasi klien memahami masalah yang dialaminya, kapan masalah tumbuh,
pentingnya masalah untuk diatasi.
2.
Dengan menghardik halusinasi memberi
kesempatan pada klien mengatasi masalah dengan reaksi penolakan terhadap
sensasi palsu
Agar
memahami pentingnya minum obat secara teratur dan akibat bila putus minum
obat
Dengan
bercakap-cakap mengalihkan fokus perhatian untuk menghindari halusinasi
Dengan
aktifitas terjadwal memberikan kesibukan yang menyita waktu dan perhatian
ketika merasakan halusinasi muncul
|
4.
|
Defisit
perawatan diri
|
Tujuan
Umum
Pasien
dapat melakukan kebersihan diri dan mampu mengatasi defisit perawatan diri
Tujuan khusus :
Pasien mampu :
1. Melakukan kebersihan diri secara mandiri
|
Setelah 1 x 30 menit pertemuan pasien :
a. Mampu
menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan
b. Menjelaskan alat-alat untuk menajga
kebersihan diri
c. Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan
diri
d. Melatih klien mempraktekkan cara menjaga
kebersihan diri
e. Mampu menyusun jadwal kegiatan harian
berkenalan.
|
SP 1 pasien
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala deficit
perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB dan BAK
b. Jelaskan [entingnya kebersihan diri
c. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
d. Melatih cara menjaga kebersihan diri :
mandi, cuci rambut, siakt gigi, potong kuku
e. Memasukan kedalam jadwal kegiatan harian
|
a. Untuk mengidentifikasi defisit perawatan
diri pada klien
b. Melihat kemauan klien untuk melakukan
kegiatan
|
|
|
2.
Pasien
mampu berdandan/berhias dengan baik.
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien mampu
:
a. Berpakaian dengan baik
b. Menyisir rambut
c. Bercukur
d. Berhias
|
SP 2 pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(SP 1)
b. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan atau
berhias
c. Latih cara berdandan atau berhias
d. Masukkan pada jadwal kegiatan harian klien
|
a. Mengetahui kemampuan pasien melakukan
latihan sebelumnya.
b. Untuk mengatasi defisit perawatan diri
c. Melihat kemauan pasien untuk melakukan
kegiatan
|
|
|
3.
Pasien
mampu makan dan minum dengan baik
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien mampu
:
a. Menjelaskan cara makan dan minum yang
tertib
b. Menjelaskan cara merapikan peralatan makan
dan minum setelah makan dan minum
c. Mempraktekkan makan sesuai dengan tahapan
makan yang baik
|
SP 3 pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(SP 1, SP 2)
b. Jelaskan kebutuhan dan cara makan dan minum
c. Melatih cara makan dan minum yang baik
d. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
|
a. Mengetahui kemampuan pasien melakukan
latihan sebelumnya.
b. Untuk mengatasi defisit perawatan diri
c. Melihat kemauan pasien untuk melakukan
kegiatan
|
|
|
4.
Pasien
mampu BAB dan BAK dengan benar
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit pasien mampu
:
a. Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah
BAB dan BAK
c. Menjelaskan cara membersihan tempat BAB dan
BAK
d. Mempraktekkan BAB dan BAK dengan baik
|
SP 4 pasien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
(SP 1, SP 2 dan SP 3)
b.
Menjelaskan
cara BAB dan BAK yang baik
c.
Melatih
BAB dan BAK yang baik
d.
Memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan harian
|
a. Mengetahui kemampuan pasien melakukan
latihan sebelumnya.
b. Untuk mengatasi deficit perawatan diri
c. Melihat kemauan pasien untuk melakukan
kegiatan
|
|
|
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga
mampu :
a. Mengungkapkan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien
b. Mengetahui tentang pengertian, tanda dan
gejala serta proses terjadinya deficit perawatan diri
c. Memberikan pujian atas kemampuan keluarga
|
SP 1 k
a. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
merawat pasien
b. Jelaskan tentang pengertian, tanda dan
gejala serta proses terjadinya deficit perawatan diri
c. Jelaskan cara merawat klien dengan deficit
perawatan diri
d. Melatih dan membimbing keluarga cara
merawat klien
e. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian
|
a. Mengetahui perasaan keluarga dalam merawat
pasien
b. Memberikan penjelasan tentang penyakit
pasien
c. Melatih keluarga untuk mengatasi deficit perawatan diri
klien
d. Melihat kemauan keluarga untuk melatih
pasien
|
|
|
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga
mampu :
Melatih cara membimbing dan membimbing
klien berdandan atau berhias
|
SP
2 k
a. Evaluasi kegiatan keluaga dalam membimbing
pasien melaksanakan latihan ke 1.
b. Bersama keluarga melatih membimbing cara
berdandan atau berhias
c. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian
|
a. Melihat kemampuan keluarga dalam melatih
pasien
b. Melatih cara mengatasi deficit perawatan
diri
c. Melihat kemauan keluarga untuk melatih
pasien
|
|
|
|
Setelah interaksi 1 x 30 menit keluarga
mampu :
Melatih klien makan dan minum dengan baik
|
SP
3 k
a. Evaluasi kegitan keluarga dalam membimbing
pasien melakukan latihan ke 1 dan ke 2
b. Bersama keluarga melatih cara membimbing makan
dan minum pasien
c. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
berikan pujian
|
a. Melihat kemampuan keluarga dalam melatih
pasien
b. Melatih cara menngatasi deficit perawatan
diri
c. Melihat kemauan keluarga untuk melatih
pasien
|
Nama saya Aditya Aulia saya mengalami trauma keuangan karena saya ditipu dan ditipu oleh banyak perusahaan pinjaman online dan saya pikir tidak ada yang baik bisa keluar dari transaksi online tapi semua keraguan saya segera dibawa untuk beristirahat saat teman saya mengenalkan saya. untuk Ibu pada awalnya saya pikir itu masih akan menjadi permainan bore yang sama saya harus memaksa diri untuk mengikuti semua proses karena mereka sampai pada kejutan terbesar saya setelah memenuhi semua persyaratan karena permintaan oleh proses saya bisa mendapatkan pinjaman sebesar 350jt di rekening Bank Central Asia (BCA) saya saat saya waspada di telepon saya, saya tidak pernah mempercayainya, agaknya saya bergegas ke Bank untuk memastikan bahwa memang benar ibu kontak sekarang mengalami terobosan pemanasan jantung dalam kehidupan finansial Anda melalui apakah itu BBM INVITE-nya: {D8980E0B} atau apakah kamu ingin mengkonfirmasi dari saya? Anda bisa menghubungi saya melalui surat saya: {aditya.aulia139@gmail.com} dan juga Anda bisa menghubungi perusahaan ISKANDAR LESTARI LOAN COMPANY (ISKANDAR LENDERS) via: {mail:iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com}
ReplyDeletee_mail:::[aditya.aulia139@gmail.com]
[iskandalestari.kreditpersatuan@gmail.com]
WhatsApp:::[+44] 7480 729811[Chats Only]
Telephone Number☎[+44] 7480 729811[Calls Only]
BBM INVITE:::[D8980E0B]
Terima kasih telah membagikan studi kasus yang sangat informatif ini tentang penanganan isolasi sosial pada pasien! Sangat berguna dan pasti akan membantu banyak profesional dalam menangani kasus serupa. Jika Anda belum mencobanya, alat pembuat genogram mungkin bisa sangat membantu untuk memahami dinamika keluarga dalam kasus-kasus seperti ini. Anda bisa mencobanya di sini: pembuat genogram. Saya penasaran, apakah Anda sudah pernah menggunakan alat ini sebelumnya untuk mendalami lebih jauh aspek keluarga dalam studi kasus Anda?
ReplyDelete