KATA
PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat
serta penyertaan-Nya sehingga makalah Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga dan Lansia , ini dapat
kami di selesaikan.
Dalam
penulisan makalah ini kami berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang
sederhana,singkat serta mudah dicerna isinya oleh para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari sempurna serta masih terdapat kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan
makalah ini.Maka kami berharap adanya masukan dari berbagai pihak untuk
perbaikan dimasa yang akan mendatang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan dipergunakan dengan layak sebagaimana mestinya.
Padang, Oktober 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam kehidupan keseharian kita tidak akan pernah terlepas
dari kegiatan komunikasi bahkan hampir seluruh waktu yang kita habiskan adalah
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Manusia sebagai pribadi maupun
makhluk social akan saling berkomunikasi dan saling mempengaruhi satu sama lain
dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan gaya dan cara yang berbeda pula.
Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.Interaksi
manusia baik antara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak mungkin
terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi keluarga, baik
antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan keluarga yang
lain sebagai perorangan , kelompok maupun sebagai keluarga itu sendiri.
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien
terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi.
Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena
arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi
dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat
dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner &
Suddart, 2001 : 188)
Komunikasi
adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal
dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry,
301 ).
Komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segala
sesuatunya, banyak orang yang salah memahami makna pesan yang di sampaikan
akibat pola komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan
terdekat bagi individu. Melalui keluarga seseorang mulai belajar,
bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah
ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam
sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk
berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk
dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak
dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang
terjadi jika sebuah pola komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis
tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Komunikasi
pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada terhadap
perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam
dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran
teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang
berjudul “ komunikasi pada lansia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian komunikasi
terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.
Apa bentuk komunikasi
terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.
Bagaimana komunikasi pada
keluarga dan lansia?
4.
Apa factor yang mempengaruhi
komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.
Apa hambatan komunikasi
terpeutik pada keluarga dan lansia?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian
komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
2.
Mengetahui bentuk komunikasi
terpeutik pada keluarga dan lansia?
3.
Mengetahui cara komunikasi
pada keluarga dan lansia?
4.
Mengetahui factor yang
mempengaruhi komunikasi terpeutik pada keluarga dan lansia?
5.
Mengetahui hambatan komunikasi
terpeutik pada keluarga dan lansia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi Terapeutik Dalam
Keluarga
1.
Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, dan emosional serta sosial individu yang ada di dalamnya, dilihat dari
interaksi yang reguler dan ditandai adanya ketergantungan dan hubungan untuk
mencapai tujuan umum. (Duval, 1972).
Departemen Kesehatan RI (1988).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu
atap dalam kadaan saling tergantung.
Keluarga merupakan kelompok sosial
pertama dalam kehidupan manusia, dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai
manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya.
Menurut Rae Sedwig (1985),
Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang menggunakan kata-kata,
sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk menciptakan harapan
image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat
diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam
keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap
menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani
dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.
2.
Ciri-Ciri Komunikasi
Keluarga
Menurut
Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a.
Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan
untuk terbuka dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi
dalam komunikasi memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara
jelas terhadap segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b.
Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama
seperti yang dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam
perasaan ataupun tanggapan orang tersebut.
c.
Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat
dalam melakukan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini
lebih diharapkan dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d.
Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif
terhadap apa yang sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e.
Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan
dengan orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.
3.
Bentuk-Bentuk Komunikasi
dalam Keluarga
a.
Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih
menekankan pada peran penting suami istri sebagai penentu suasana dalam
keluarga. Keluarga dengan anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
b.
Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam
satu ikatan keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik
anaknya. Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua
arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang
tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat.
Hubungan komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan,
empati, dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c.
Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap
anak. Peran ayah dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan
keputusan pada anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima.
Misal, memilih sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan
kecenderungan anak untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat,
sedih, maka peran ibu lebih menonjol.
d.
Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain.
Dimana anak yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang
masih muda. Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.
4.
Tahap-Tahap Perkembangan
Komunikasi Keluarga
a.
Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga
usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun puncak untuk mempelajari bahasa.
Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga khususnya dari interaksi
anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak – anak memulai kemampuan
berbahasa dengan menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia 18 – 24 bulan,
ungkapan – ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak- anak
menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh
kira-kira 50 kata setiap bulan.
b.
Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami
kebebasan sejalan dengan pertambahan usia. Mereka memperoleh pengaruh tidak
hanya lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan kekuatan dominan, tapi
juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga. Dua dimensi
komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan – penolakan dan kontrol
otonomi.
c.
Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan
bertambahnya konflik sehubungan dengan bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah
– masalah otonomi dan kontrol menjadi sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak
– anak remaja mulai mengalihkan komunikasi dari komunikasi keluarga kepada
komunikasi dengan teman- teman sebaya. Karena perubahan – perubahan
fisiologis dan psikologis yang dialami remaja, topik –topik tertentu menjadi
perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan tantangan terbesar bagi
komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi badai, komunikasi
selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan pertambahan
usia, hubungan kita dengan saudara- saudara kandung tetap penting.
5.
Teknik Komunikasi Efektif
dalam Keluarga
Ada lima hal yang harus diperhatikan
agar komunikasi di dalam keluarga tercipta secara efektif,yaitu:
a.
Respek
Komunikasi
harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude). Adanya
penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan
diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya
dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang
sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.
b.
Empati
Empati
adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang
dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
c.
Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan”
atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan
cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah,
bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk ke
dalam komunikasi yang audibel ini.
d.
Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas
maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan
transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).
e.
Tepat
Dalam membahas suatu masalah
hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya.
Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan
malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan
umumnya masalah yang ringan saja.
f.
Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan
melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri
lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian
diri. Dengan sikap rendah hati ini maka laaawaaan diskusi kita memjadi lebih
terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.
6. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi
Komunikasi Keluarga
Berkomunikasi itu tidak mudah.
Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Dilain
waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang
lain. Ada
sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
a. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran
tertentu mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran
itulah yang menentukan apa dan bagaimana ia berbicara, menjadi menjaring bagi
apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana penilaiannya terhadap segala yang
berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri menentukan ekspresi dan
persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi
cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai gambaran
khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia
yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara
otoriter. Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan,
saling lengkap-melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara
komunikasi.
b. Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui
mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung bila seseorang dalam
keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati, diliputi
prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c. Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana
saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang berbeda. Komunikasi yang
berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di sekolah. Karena
memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat informal,
sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi yang
berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang
harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d. Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin
mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis. Dinamika hubungan dalam
keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan. Karakteristik seorang pemimpin
akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang akan berproses dalam kehidupan yang
membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua
atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan sesuatu.
Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan oleh orang tua ketika secara
kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Tetapi
dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu tidak mampu mewakili suatu objek yang
dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam berkomunikasi dituntut untuk
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara komunikator dan komunikasi.
f. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia.
Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara sekehendak hati tanpa
memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak kecil berbeda
ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-masing yang harus
dipahami.
B. Komunikasi Terapeutik Pada
Lansia
1.
Pengertian
Lansia
adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan
fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa
pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65
tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai
usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang
telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan
Setiabudhi, 1999).
Pada lanjut
usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu
di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural
disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup
dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia
menurut.
2.
Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO)
mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
a.
Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai
59 tahun
b.
Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai
70 tahun
c.
Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai
90 tahun
d.
Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk
menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah
dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan
neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-
perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap
maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh
pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa
reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan
tersebut misalnya:
a.
Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan
serta keterangan yang di berikan petugas kesehatan
b.
Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa,
sehinga di terima keliru
c.
Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d.
Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum
khususnya tindakan yang mengikut sertakan dirinya
e.
Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring,
berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
3.
Pendekatan Perawatan Lansia
Dalam Komunikasi
a.
Pendekatan fisik
Mencari
informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di
kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan
mudah di observasi.
b.
Pendekatan psikologis
Karena
pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini
perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap
sesuatu yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.
Pendekatan social
Pendekatan
ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam lingkungan.
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat
berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d.
Pendekatan spiritual
Perawat
harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau agama yang
dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
4.
Teknik Komunikasi Pada
Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif
kepada lansia, selain pemahaman yang memadai tentang karakteristik lansia,
petugas kesehatan atau perawat juga harus mempunyai teknik-teknik khusus
agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung secara lancar dan sesuai
dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan
antara lain:
1.
Teknik asertif
Asertif
adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara
agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2.
Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang
terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika
perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya
dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa
yang bisa bantu…? berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu
permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan
menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3.
Fokus
Sikap
ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar
materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan.
Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan
hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4.
Supportif
Perubahan
yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini
perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan
mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini
dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi
beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik
secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau
mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat
atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
5.
Klarifikasi
Dengan
berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang
dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien
‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong
bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6.
Sabar dan Ikhlas
Seperti
diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai
dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.
5.
Kendala-kendala
dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia
a.
Gangguan neurology serring
menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan
medis, mulut yang kering dan lain-lain.
b.
Penurunan daya pikir sering
menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan
seseorang.
c.
Perawat sering memanggil
dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga
dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
d.
Dianjurkan menegur dan
mendengarkan dengan penuh perhatian.
e.
Perbedaan budaya hambatan komunikasi,
dan sulit menjalin hubungan saling percaya. Gangguan sensoris dalam
pendengarannya
f.
Gangguan penglihatan sehingga
sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
g.
“Overload” dari sensoris :
terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam
yang sama sehingga kognitif berkurang.
h.
Gangguan fisik yang
menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit,
haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
i.
Hambatan pada pribadi :
penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan dan kondisi
patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia, gangguan
kontak dengan realita.
j.
Hambatan dalam
suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi
dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan
budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
6.
Keterampilan
Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
a.
Perawat membuka wawancara
dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara
b.
Berikan waktu yang cukup
kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk
merespon verbal.
c.
Gunakan kata-kata yang tidak
asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya.
d.
Gunakan pertanyaan yang pendek
dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak
e.
Perawat dapat memperlihatkan
dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata
secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
f.
Perawat harus cermat dalam
mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada
g.
Perawat tidak boleh berasumsi
bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan
cermat dan tetap mengobservasi.
h.
Tempat mewawancarai diharuskan
tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
i.
Lingkungan
harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
j.
Lingkungan harus dimodifikasi
sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap, suara berfrekuensi tinggi
atau perubahan kemampuan penglihatan.
k.
Perawat harus
mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang
sangat mengenal pasien.
l.
Memperhatikan kondisi fisik
pasien pada waktu wawancara
7.
Teknik Perawatan Lansia Pada
Reaksi Penolakan
Penolakan
adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar terhadap
pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata atau
sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia
menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin komunikasi
perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif,
tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada
beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
a.
Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang
waktu tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan
klien, orang lain serta lingkunganya.
b.
Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan
diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk
memandirikan klien.
c.
Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan
tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau
petugas kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengefektifkan rencana / tindakan dapat terealisasi dengan baik dan tepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi
keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan
cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang
dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar anak dapat menjalani hidupnya ketika
berada dalam lingkungan masyarakat, apa yang terjadi jika sebuah pola
komunikasi keluarga tidak terjadi secara harmonis tentu akan mempengaruhi
perkembangan anak.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian
khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan
sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan
umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran.
Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran
pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal
tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.
B. Saran
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena
komunikasi merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan
seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran
lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang
DAFTAR PUSTAKA
Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung. PT Refika Aditama.
http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Graha Ilmu: Yogyakarta
Muwarni,
anita (2009), Komunikasi terapeutik panduan bagi keperawatan. Fitramaya: yogyakarta